Thursday, September 23, 2021

Penolakan


Tiga hari yang lalu aku beranikan diriku ke rumah calon pasienku, meminta kepastian apakah orang tuanya mengizinkan atau tidak anaknya kujadikan pasien. Jujur saja, aku sangat mengharapkan mereka mengizinkan dan aku akan berusaha menyelesaikan kasusnya secepat mungkin. Aku menunggu kepastiannya sudah 1 bulan karena mereka sekeluarga ke luar kota. 

"Kami belum berencana untuk merawat anak kami. Ini saja sekolah dan ngajinya masih keteteran dan kami berdua (ayah dan ibunya) lagi sibuk-sibuknya." 

Mendengar ini membuat moodku drastis turun dan aku sedih. Ini bukan penolakan pertamaku, tapi ini membekas. Perasaanku seperti itu karena aku menaruh harapan yang sangat besar pada calon pasien yang satu ini, jadi ketika kenyataannya 'tidak dapat' aku menjadi sedih, sedangkan penolakan yang dulu-dulu tidak terlalu kupikirkan karena kurasa, aku masih memiliki pilihan lain. Calon pasien ini seperti ujung tombak untukku, ketika tidak jadi maka aku tenggelam.

Sebenarnya penolakan di awal begini lebih baik, karena aku tidak perlu pusing ke depannya. Jika mereka tidak mengatakan penolakan secara tersurat seperti itu, maka aku akan menganggap pasien dan orang tua pasien kooperatif. Lalu, aku akan meng-acc pasien ke dokter pembimbingku. Setelah di approve barulah aku pusing karena harapan yang lebih besar dari sekarang. Nanti di tengah perjalanan perawatan biasanya akan ketahuan pasien kooperatif atau tidak dan akan lebih memusingkan untukku.

Penolakan akan pedih di awal dan manis diakhir. Aku pastinya akan menghadapi 5 stages of grief, karena begitulah alamiahnya. Bisa jadi karena penolakan ini, aku akan mendapatkan yang 'lebih' lagi di kemudian hari.

No comments:

Post a Comment