Monday, August 17, 2020

Masjid Keuchik Leumiek

 

Minggu kemarin aku keluar bareng teman dekatku, siap ashar. Awalnya, kami keluar mau cari dompet untuk dia, tapi gak jadi karena dia mau pakai dompet yang sekarang ini sampai jelek dulu. So, kami ke Indomaret buat minum sambil cerita-cerita apa aja. Maghrib datang dan kami memutuskan untuk shalat maghrib baru abis itu hunting makanan.

Kami shalatnya di masjid keuchik leumiek, di gampong lamseupeung. Nama masjid ini diambil dari nama panggilan donaturnya yaitu seorang pengusaha di Aceh yang bernama keuchik leumiek. Masjid ini bertempat di pinggir sungai krueng aceh dan dari flyover simpang surabaya pun kita bisa melihat kubahnya.

Aku suka arsitektur mesjidnya walaupun gak ngerti arsitektur sama sekali, seperti mengadopsi pola timur tengah, kayak masa-masa andalusia dulu. Di tambah ada pohon kurma (kalau gak salah) juga di halaman mesjidnya. Memang timur tengah abis. Bagian dalam masjidnya juga dipenuhi dengan kaligrafi-kaligrafi keren.

Di dalam perkarangan masjid juga ada Rumoh aceh, mungkin untuk tempat rapat. Oh ya misalkan kita yang perempuan lagi periode gak bisa shalat, kita diarahkan untuk duduk di dalam rumoh aceh sambil nunggu teman kita yang sedang shalat. Satu lagi, seandainya kita pakai celana yang agak pas, maka siap-siap didatangi panitia masjid dan diminta untuk pakai kain sarung yang mereka pinjami. So, gak usah malu ketika harus pakai kain sarung, soalnya aku udah dua kali diminta pakai kain sarung akibat celanaku dan hari aku shalat maghrib hari itu, teman dekatku juga dikasih sarung.













Thursday, August 13, 2020

Lebaran haji di tengah pandemi COVID-19

 


Sebagaimana udah diketahui oleh khalayak ramai dan seluruh umat muslim, yang muslim juga sudah merayakannya tanggal 30 juli 2020 kemarin yaitu hari raya idul adha 1441 H. Hari raya yang masih saja dalam suasana corona menyerang. Hari raya yang banyak dihabiskan di rumah saja dan berbincang hal secara acak bersama keluarga.

 

Aku baca di berita kalau tahun ini jamaah sangat sedikit yang ke mekkah untuk melakukan ibadah haji, ya sekitar 1000 orang dan mereka adalah yang sudah tinggal di sana bukan dari luar arab. Menurutku, mereka adalah orang-orang yang sangat beruntung yang diberikan kesempatan oleh Yang Maha Kuasa untuk beribadah, ga semua orang loh bisa, yang biasanya jutaan, tapi tahun ini cuma 1000 jiwa doang dan juga mereka yang bisa shalat 5 waktu di mesjidil haram juga sangat beruntung. 

Setiap tahunnya biasa ada aja hadiah yang kudapat dari saudara atau teman orang tuaku pulang haji atau umrah, tahun ini ga ada atau keluhan teman-temanku yang repot harus tinggal bareng adik-adiknya atau kakaknya karena ditinggal haji orang tua mereka. Aku dulu masih berpikir kalau hadiah-hadiah itu memang dari Saudi arabia dan aku baru tahu kalau oleh-oleh itu mereka beli bisa di turki atau tanah abang jakarta. Sebenarnya, aku ga memandang hadiah itu negatif, malah positif banget, ya karena hadiah itu aku jadi pingin naik haji juga suatu nanti.

Ngomong tentang hari raya haji, kami sekeluarga gak pulang kampung tahun ini. Kami semua merayakan hari pertama hari raya di Banda aceh, kecuali ya Abang keduaku yang lagi kerja di Bangka Belitung. Dia gak bisa pulang, karena pandemi ini kalau mau pulang pun repot banget alurnya. Jadi, dia decided untuk gak pulang. It’s fine, dia tiap malam kok vidcall bareng makku dan waktu hari raya kemarin, pagi siap shalat ied, dia langsung vidcall mak. Melihat mesranya pembincangan antara mak dan abang keduaku hampir tiap malam, aku jadi yakin kalau teknologi itu membawa yang jauh menjadi dekat.

Kami gak pulang kampung tahun ini karena hari tasyrik ke-2 makku akan berqurban, daripada bolak-balik banda aceh-kampung ya lebih baik stand by di sini aja. Hari raya kemarin kami gak ada bundaku yang paling jago masak, serius beliau ini jago banget masak. Goreng telor aja enak banget jadinya, kayak memang sudah ditakdirkan untuk buat masakan enak deh. Makku kurang jago masak cuma Ayahku kemarin itu beli nasi lontong yang udah jadi, so kami tinggal masukin penanak nasi aja biar hangat. Kalau untuk kuah lontongnya, adik pertamaku coba-coba buat bermodalkan resep dari internet. Jadi deh, lontong plus kuah hari raya yang imperfect. Oh ya, di pagi hari raya selepas pulang shalat ied aku juga buat spaghetti bermodalkan resep internet modifikasi aku dan jadi deh makan di pagi hari raya yang menu makanannya aneh dari biasanya. Kenapa gak buat sebelum shalat ied? ya karena kan sunah berpuasa sebelum shalat kalau hari raya idul adha, kalau kami buatnya saat itu pasti ada icip-icip begitu.

Meskipun bagi sebagian orang hari raya dengan situasi begini itu gak enak, bikin deg-deg, atau apalah tapi buatku ini adalah hari raya yang istimewa. Why? keluarga kami itu jarang dalam formasi lengkap kalau udah hari raya. COVID 19 setelah aku pikir-pikir ada positifnya juga, ya formasi keluarga jadi lengkap minus satu. Misalnya hari raya biasanya, orang tuaku pulang kampung, pasti salah seorang abangku ada yang tinggal di banda aceh untuk jagain rumah biar gak masuk maling. ya, soalnya negara kita belum se-aman itu untuk tinggalin rumah dalam keadaan kosong. Makanya aku bilang hari raya adalah istimewa karena kami lengkap semua.

Kan enak juga di kampung ada banyak famili? yes, tentu. Di sana juga bisa bareng keluarga besar, cerita hal yang aneh-aneh, gak tidur-tidur karena dengarin cerita sepupu yang gak ada habis-habisnya, dan bersilaturahmi ke rumah cek-cek (tante), ya seru. but, kadang kita perlu waktu bersama keluarga kita sendiri. Dirumah aja, cerita-cerita dan marah-marah. Kita butuh itu. Selepas shalat ied, abistu salaman sama orang tua (kami ga ada budaya sungkeman) lalu makan sampai kenyang, lalu nonton, asli yang begini ni seru banget, seperti aku balik ke masa-masa SD atau SMP gitu.

Walaupun hari kedua, aku yang pulang ke kampung. Gak jauh kok kampung kami, pakai mobil cuma 5-6 jam, kalau kayak aku yang pakai motor, 4 jam sampai kok. Sebenarnya waktu aku pulang kampung kemarin, aku rada-rada takut juga walaupun udah diberlakukan new normal. Banda aceh ini menjadi zona merah untuk kasus COVID di Aceh dan kampungku itu zona hijau di Aceh. Aku takut jadi carrier buat mereka. Aku ga  tau aku kena atau gak dan walaupun kena bisa jadi aku tetap kayak biasanya tanpa gejala karena aku muda dan mungkin imunitas tubuhku lebih kuat dari mereka yang lansia. Seandainya aku menjadi carrier, mereka yang dikampung bisa jadi tertular. Syukurnya, hingga hari ini mereka baik-baik saja.