Saturday, September 3, 2022

Tidak selalu



Ada masa aku ingin menyerah dan merasa malu. Aku bisa mendapatkan sesuatu dengan mudah dari aku kecil hingga lulus SMA. Menurutku, aku cukup berdoa dan berusaha untuk mendapatkan sesuatu, tidak perlu memedulikan faktor keberuntungan dan orang dalam. Ah, tapi semakin kesini, aku semakin menyadari jika faktor yang kukecualikan adalah faktor yang lebih penting dari faktor yang kupedulikan.

Sekarang perjalananku lebih lambat dari yang lain, aku ketakutan. Sisi lain, aku ingin menenangkan diri dan menyalahkan keadaaan. Sisi lainnnya lagi, aku tidak mau menyalahkan keadaan, karena itu semua tidak bisa disalah. 

"Kenapa dia bisa?" 

"Kenapa aku tidak bisa jika keadaan kami sama?"

Aku merasa bersalah dan merasa terpuruk pada diri sendiri. Aku juga tidak bisa menceritakan ini pada orang lain, karena orang lain menganggap aku mampu, faktanya, "aku tidak bisa dan ingin menyerah."

Aku mencoba percaya pada diri sendiri, aku mampu dan akan mampu. Ingat! Tuhan bersamaku. Tapi, pemikiran ini hanya bertahan beberapa saat, karena di saat berikutnya akan dengan gampangnya menghilang. Kira-kira beginilah perasaanku saat awal-awal menyetir mobil sendirian, aku deg-deg setengah mati. Saat mulai mengeluarkan mobil dari pagar, aku berdoa agar sampai tujuan dengan baik dan saat sudah tiba disana, aku sudah mulai overthinking perjalanan pulangnya. Beberapa saat, aku mulai berhenti nyetir demi mendapatkan ketenangan. Setelah lama, aku menjadi gugup kembali saat nyetir. Nah, beginilah perasaanku saat mulai mengerjakan kasus pasien. Aku deg-degan setengah mati, tapi aku juga kecanduan untuk mengerjakannya hingga selesai, jika bisa hingga pasien puas dengan hasil yang sudah kuusahakan semaksimal mungkin.

Aku juga menyadari hal lainnya yaitu menangis tidak akan menyelesaikan masalahku, tapi cukup membuatku lega. Beban dipundakku rasanya terurai sedikit demi sedikit. Aku juga perlu konsisten dalam melakukan sesuatu, tidak peduli berapa banyak air mata yang keluar, berapa banyak kopi yang kuminum, atau berapa banyak keringat yang bercucuran. yang penting, selesai.

Baiklah, akan aku ceritakan satu kejadian malam ini, kejadian yang membuatku kesetrum. Beberapa bulan lalu ada satu hari adalah jadwal untuk mendaftar kerja dibagian bedah mulut, aku masih harus menyelesaikan 7 requirement pencabutan, cukup banyak kan? dimana artinya aku harus berburu jadwal setiap pembukaannya. Saat pembukaan ini akan terjadi perebutan yang mati-matian karena slot yang tersedia hanya 5, sedangkan koas yang ingin bekerja berkali lipat dari slot yang tersedia. Nama yang sudah ada di slot juga bisa jadi tidak masuk. Intinya, tidak semudah itu ferguso!

Jangan terlalu berharap. Seharusnya aku mengatakan ini berulang kali kepada diriku, dan jika lupa, maka harus diingatkan. Tadi sore karena namaku sudah terisi di slot, aku menghubungi pasien dan mengatakan pada pasien bahwa besok pagi kami akan melakukan pencabutan, eh siap magrib barulah diumumkannama koas yang sudah tentu masuk dan namaku tidak ada disana. Sudah kepalang basah, aku pusing tidak tahu cara memberi tahu pasien dan takut pasien menolakku di kesempatan kedepannya. Tapi pada akhirnya, aku memberi tahu pasien bahwa kami tidak jadi masuk untuk besok pagi dan akan dicari jadwal lagi secepatnya dan pasien juga mengancam ia mau mencabut ditempat lain saja. Mengsedih.

Beginilah fitrahnya manusia, mengejar apa yang bisa dikejar, hingga lupa kalau Mahakuasa sudah menyusun jalan dengan indah

No comments:

Post a Comment