Friday, September 2, 2022

Terhenti


Btw, aku lagi suka playlist yaeow di spotify. Bagi yang suka vibe sendu, aku sarankan untuk mendengarkan. Candu banget musiknya. Aku ga terlalu  paham makna yang terkandung dalam lirik lagu, tapi untuk tone musiknya, aku bisa kasi rate 9/10. 

Katanya, jangan lihat progres orang lain. Nikmati aja jalan yang udah ada milik diri sendiri. Setiap orang punya waktunya masih-masing kok, ya tentunya beda-beda. 

Ini ungkapan yang sering dikatakan. Ada yang mengatakan ini sekedar basa-basi, ada juga yang benar-benar. Tapi, lebih sering diungkapkan oleh orang yang sudah pasrah terhadap keadaan. Seperti siapa? ya, seperti aku ini.

Mengeluh. Mengeluh dan mengeluh. So, where my syukur? Aku tanya ke diri sendiri. Lemme tell u, mengapa aku punya pertanyaan ini. 

Beberapa bulan lalu aku ngopi, ditempat biasa, sambil buat tugas dan sambil tunggu adikku pulang sekolah. Selang 10 menit, ada saja pengamen atau pengemis yang datang, banyak metode yang mereka gunakan. Ada yang beruntung dan ada yang  dalam proses menunggu.

"Kenapa mereka memilih jalan ini?" Aku tanya ini pada temanku dan pertanyaan ini pernah juga aku tanya ke kakak iparku.

"Bisa jadi awalnya coba-coba, lalu menguntungkan, maka dilanjutkan atau mereka sudah kehabisan cara dan ini adalah jalan satu-satunya." jawab kakak iparku saat itu.

Posisiku sekarang juga adalah menunggu. Menunggu kepastian dan menenangkan diri. Ini membuatku iri pada mereka yang sedang berprogres. Mengiri di saat aku dipaksa berhenti oleh keadaan. Mungkin 10 tahun kedepan, masalah kali ini adalah masalah yang paling remeh diantara masalah-masalah yang aku hadapi. Untuk saat ini, aku seperti sedang melihat duniaku runtuh. Aku tidak bisa lagi merasa lebih bersyukur dengan membandingkan hidupku dengan hidup si pengamen. Aku sedang merasa tidak baik-baik saja dan hasil rajutanku bertambah banyak saja.

Aku sedang menunda kelulusanku sendiri. Aku sudah tidak tahu lagi titik masalahku. Aku sudah tidak memiliki pendapat untuk diriku sendiri. Aku mengikuti alur yang sengaja dibuat berliku-liku. 

5 stages of grief ku masih depression, belum sampai ke tahap acceptable. Bisa jadi aku akan kembali menghadap jika sudah tiba ke tahap acceptable. Saat itu pasti aku sudah pasrah tingkat dewa meskipun dihantam hingga sekujur tubuhku remuk. Aku tidak suka perasaan menggebu yang terpendam dalam diriku, bagai tak ada hari esok ini. Aku mencintai diriku yang rileks, yang tidak 'dapat' pun masih oke saja. Bukan begini, terburu-buru mengejar langkah mereka-mereka, meskipun aku sadar, langkahku tak sebesar milik mereka. Ah satu lagi, perasaan iri, ini membuatku seperti orang tidak waras. Seharusnya aku tidak perlu iri. Setiap jalan akan ada ujungnya, ujungku beda dengannya.

Mau tau kenapa aku jadi kaku begini? kerja sesuai aturan? sebelum bekerja memastikan diri untuk pelajari SOP terlebih dahulu? karena aku apes. Apes saat aku tidak mengikuti aturan, aku akan terjebak. Aku akan ketahuan. Aku tidak berani curang karena ini.

Aku ini sudah pasrah terhadap keadaan. Ungkapan "...setiap orang memiliki waktu masing-masing." masih saja membal di diriku, tapi makin kesini makin benar saja kata-katanya dan makin jelas saja pembuktiannya.

No comments:

Post a Comment