Sunday, April 24, 2022

Kecanduan


Aku adalah tipe orang yang menjalani hal secara regular dan berulang. Aku tidak suka kejutan ataupun hal dadakan. Menurutku, untuk melakukan sesuatu itu butuh persiapan. 

Aku tidak suka coba-coba, meskipun untuk pertama kali. Belajar dan riset akan aku lakukan sebelum aku melakukan sesuatu. cukup aneh kan? tapi, mau bagaimana lagi karena aku tidak berencana berubah. Sebenarnya, menjadi begini kadang melelahkan. Lalu, bagaimana jika tidak sesuai perkiraan? Yasudah, mau bagaimana lagi, aku sudah berusaha sebaik mungkin.

Kopi. ya setiap hari aku hampir beli kopi dan minum kopi. Cuma segelas saja kok dan tidak minum minuman berwarna. Kopi dan air putih, itu saja. Menunya juga itu-itu saja. Kedai kopinya juga sama, itu itu saja. Tidak ganti-ganti. 

Awalnya, aku coba minum kopi hanya untuk menunjang begadang saat kuliah sarjana dulu. Yaps, setiap malam begadang, nulis atau kerjain tugas skills lab, susun laporan, agar memiliki kekuatan untuk itu semua, aku minum kopi. Dulu, aku minum kopi sachet je. Dunia perkopianku semakin parah saat 9 bulan susun skripsi, aku bisa minum 2 gelas sehari. Menurutku, itu gaya hidup terburukku. Aku overthinking dengan keadaan ginjal, lambung dan segala macamnya, tapi aku juga tidak berhenti.

Saat masuk koas, aku sudah mulai beralih ke kopi racikan, yaps menguras dompet pastinya. Aku juga mengatur kopiku hanya segelas sehari. Tidak lebih. inilah kecanduan. Aku kecanduan untuk melakukan hal secara teratur, berulang, dan butuh persiapan.

Obsesi terbesarku saat SMA dulu adalah menjadi yang 'terbaik', aku sama sekali tidak peduli dengan menjadi 'nomor satu'. Semenjak masuk kuliah, obsesi itu terkikis sedikit demi sedikit dan menjadi kebalikan. Ah, aku juga mulai mengumbar perasaanku dan targetku pada mereka-mereka. Alahai, ada-ada saja. Mencoba kembali ke obsesi awal ah susahnya minta ampun, bagai dorong batu sebesar diri sendiri.

Menjadi yang terbodoh dikelas itu tidak menyenangkan, aku sudah mencobanya. Jika sudah diberikan cap untuk pertama kali sebagai biang kerok, maka kedepannya akan terus begitu. Mau usaha sebesar gunung pun, tak ada gunanya lagi. Pandangan pertama adalah penentu hidup kedepannnya. Manusia ini sepertinya memang subjektif, jadi mau dikata 'netral' tetap saja akan berpihak 'tipis-tipis'.

Menjadi orang baik juga tidak menjadi rekomendasi sepenuhnya. Orang baik dan mengikuti aturan itu sering disalahpahami. Di cap bodoh juga. Sepertinya menyeleweng sedikit tidak ada salahnya (aku tidak merekomendasikannya dan aku tidak melakukannya), untuk memuluskan jalanmu. Jika menjadi seperti itu, tidak ikut aturan pun akan lolos mulus lancar jaya. sedangkan, menjadi orang baik, saat sedikit tidak ikut aturan, maka akan diperlakukan bagai menghancurkan separuh bumi ini. Sanksinya besar. Mau marah? Hei, inilah hidup.

Isu hidup dan Social issue sebenarnya topik paling seru dibahas ditongkrongan, bersama orang yang tepat. Kalau tidak, ya menjadi ngang ngeng ngong aja. Tulisan ini aku tidak akan bahas social issue, karena itu cukup menjadi tugas band ibukota saja. Mari bahas personal issue-ku saja. 

Malam ini, aku merasa sendiri, meskipun sudah berdiri dalam shaf shalat yang sebarisnya mencapai puluhan orang itu. Aku juga mendengar ayat suci Al-Quran yang sangat merdu dengan irama yang membuat hatiku sejuk. Sebelah kananku juga berdiri temanku. Dia shalat bersamaku, tetapi aku merasa sendiri.

Aku merasa dunia sedang melempar kotoran ke mukaku. Mereka-mereka meninggalkanku setelah merayakan kemenangannya. Aku berjalan di baris terakhir, menunggu mereka menoleh, tetapi tak kunjung juga. Sebelum itu, mereka mengejarku, bagai tak melepaskanku hingga kapanpun. Hari ini, aku merasa sendiri.

Tak terduga, seseorang menoleh ke arahku, datang lalu memelukku, tetapi bukan dari golongan mereka. Golongan yang lain. Aku membuka tubuhku untuk menyambutnya, tetapi dia bilang "jangan terburu-buru". Aku terdiam. Benar. Aku terlalu terburu-buru mengambil kesimpulan atas semua ini.

Aku tidak teliti. Tidak serius. Oportunis. Pelanggaran. Polos. Bodoh. Tidak Peka. Tidak berprinsip. Terburu-buru. Apakah ini adalah hasil dari kehilangan obsesi-ku? Tidak ada yang tahu, kecuali aku dan aku tidak ingin memberitahu jawabannya. Cukup aku saja.

Friday, April 22, 2022

Nyata


 I love being alone, but i hate being lonely. Aku sudah dibiasakan sendiri sejak kecil, malah aku kira diriku ini adalah anak tunggal. Siapa yang patut disalahkan atas pemikiranku saat itu? jawabannya tidak ada. Karena tidak ada yang menduga dipikiran anak kecil akan muncul pikiran seliar itu.

Aku tidak suka keramaian. Saat aku tertekan, maka aku bisa diam sepanjang jalannya keramaian tersebut. Aku bisa digolongkan introvert, tapi aku juga bisa menjadi ekstrovert saat aku mau. Semuanya tergantung situasi.

Beda cerita jika sedang bersama teman dekat, maka aku akan banyak cerita dan ada saja bahan yang bisa kubicarakan. Jika mereka menyadarinya, tadi itu aku sedih dan aku marah. Aku tidak suka lukaku diungkit karena aku tidak mengungkit luka orang lain semudah itu. Aku tidak suka lukaku dibanding-bandingkan karena aku tidak membandingkan luka orang lain. Setiap luka itu berharga. Luka itu tempaan untuk keberhasilan. Menurutmu sepele, tetapi tahukah? aku ingin mati menghadapinya. Kamu tahu? nomor sepatu kita berbeda. Aku sangat berharap untuk dimengerti. Aku butuh progres dan aku tahu kalian juga butuh progres. Tolong sedikit mengerti bahwa duniaku memang benar hancur untuk saat ini karena masalah ini. Aku tidak sedang bercanda. Malah, dipikiranku yang sempit ini ada keinginan menyerah, lalu berhenti.

"Mungkin ini belum waktunya. Tuhan punya jalan dan waktu terbaik."

ini adalah nasehat yang kupegang. Inilah optimis tersembunyi diantara pesimis. you know? untuk bisa kembali berpikir positif setelah diterpa kejadian-kejadian diluar ekspektasi itu tidak mudah. Aku butuh menangis berjam-jam terlebih dahulu, berpikir sendiri, makan sendiri, lalu bisa pikiranku kembali waras.

"Ada nangis sit setelah itu?"

Bukan berniat bohong, tapi aku akan jawab "gak kok.", faktanya aku nangis tengah malam hingga mukaku bengkak. Aku terlalu malas untuk mengakui jika aku menangis, secuprit omong kosong yang kubagikan hanya agar tidak dianggap remeh. Sungguh menyedihkan.

Aku alergi hampir semua makanan, makanya aku tidak suka makanan yang dicampur karena aku tidak tahu apa saja yang sudah dimasukkan ke dalam situ, jadi sulit untuk diidentifikasi. Aku merasa tidak dihargai, jadi aku mohon untuk berjarak. Tidak perlu dicari, cukup instropeksi saja.

Melihat rangkuman nilai yang diberikan, bagai bom yang dilempar ke muka. Sangat mencengangkan. Apalah daya usaha, tak dinilai dengan sesuai. Mengambil materi orang, langsung meluncur mendapatkan yang tertinggi. Sungguh ingin mengomentari, tapi bukan pemegang kekuasaan.

Inilah kenyataan yang perlu dihadapi di waktu ini dan umur segini. Tak perlu sangat, sangat bersedih, sangat senang. Inilah hidup, cukup ikuti aliran yang ada, lalu jadilah maka jadilah.