Sunday, January 24, 2021

Balada Mahasiswa


 

12.00 pm, 18/01/2021

Sebagai seorang mahasiswa koas tentu banyak tuntutan yang harus kupenuhi. Mulai dari tuntutan dari orang tua, kampus, dan diri sendiri. Kalau dibilang ini rumit, tentu ini rumit.

Setelah menyelesaikan S1 dulu, saat baru-baru masuk Koas, dosen waliku pernah bilang (maaf aku gak menyebutkan namanya), “Nanti kalian bakalan di fase, terhambat Koas itu bukan karena pasiennya ataupun dosennya, tapi karena diri kalian.” Jujur aja, sebelum masuk Koas, aku dapat banyak spoiler dari seniorku. Ternyata spoiler itu lebih ngena waktu udah kita rasain.

Bulan depan, genap setahun aku koas alias setengah perjalanan, tapi requirement yang aku selesain belum setengah. Stress? Tentu. Sedih? Tentu. Mau gila? Tentu. Disamping itu semua, yang membuatku tetap waras cuma dengan satu cara, yaitu ingat kalau “Allah udah buat jalan masing-masing untuk hambanya.”

“Diri kalian.” Ini yang mau kubahas berdasarkan apa yang kurasain selama 1 tahun perjalanan ini. Pertama masuk koas awal bulan maret 2020, baru 2 minggu kerja di klinik abistu ada wabah covid-19. Pada awal oktober kembali masuk klinik, setelah para petinggi kampus menemukan solusi bagaimana mahasiswa Koas dapat berpraktik meskipun dalam keadaan wabah gini. Dari maret-oktober, lebih kurang ada 6 bulan kosong yang ku isi dengan mandi, makan, nonton, tidur, dan baca bacaan yang selama 4 tahun di S1 belum kubaca.

Selama 6 bulan itu, ada banyak hal yang kusayangkan, seperti “kenapa aku ga coba lebih banyak baca textbook tentang dental atau riset jurnal terbaru?”, “kenapa aku harus tidur lebih dari 8 jam sehari?”, “kenapa aku harus menikmati libur gak sengaja itu?”, “kenapa aku harus menyisihkan waktu untuk nonton drama?”. Seharusnya aku lebih banyak menyisihkan waktu untuk belajar, biar waktu ditanya dosen atau dalam diskusi, aku bisa jawab dan ngerti kemana harusnya arah diskusi. Bukannya kayak sekarang, plangak plongok kek orang bingung alias gak ngerti. Dasar aku, suka nyesal setelah kulewati.

Setelah akhirnya masuk koas lagi, ada hal-hal yang aku gak suka, contohnya aku memaksakan diriku untuk tetap positive thinking ketika aku gagal di satu tahap sedangkan temanku mulus aja. Ingin rasanya mengorek kesalahan si teman, mencari ketidaksempurnaannya, atau menginginkan biar si teman gagal juga. Tapi, aku gak bisa kayak gitu. Menjaga diriku tetap positive thinking agar aku tetap waras adalah jalan ninjaku.

Aku juga penganut prinsip, “setiap ada kegagalan, pasti didepan nanti pasti ada kesuksesan.” Karena itulah aku gak pernah mau mundur meskipun gagal. Waktu di marahi karena salah atau gak bisa, aku yakin setiap anak Koas di dunia ini punya jurus ampuh, begitu juga aku, “baik dokter, terimakasih dokter” atau “mohon maaf dokter, akan saya pelajari lagi dokter”. Bukannya terlalu semangat atau apa, tapi gimana ya bilangnya. Aku juga perlu selesain sekolah, kalau aku setiap dimarahi jadi down, mau berapa tahun aku sekolah ini. Semangat adalah jalan ninja.

Disamping itu semua, setiap abis dimarahi atau gak bisa jawab waktu diskusi, aku juga sering tanya sama diri sendiri, “apa betul ini jalanku?”, “apa dulu impianku gini?”, “apa ini jawaban atas doaku selama ini?”, “apa aku pantas untuk cita-cita ini?”, dan “apakah aku pantas untuk gelar ini dengan skill dan ilmu segini?”, setiap muncul pertanyaan yang kayak gitu, pasti bawaannya tidur. Soalnya gak nemu jawabannya dan sejauh-jauhnya pelarianku adalah tidur.


00.57 am, 24/01/2021

Apa setelah itu aku dendam? Setelah aku gali lebih jauh ke dalam diriku. Gak sih. Soalnya kayak kubilang tadi, Allah udah buat jalan masing-masing untuk hambanya. Dimarahi dosen? Heiii, ingat gak sih waktu SD dulu, aku yakin guru kita pernah bilang, “ditegur atau dimarahi itu tanda sayang.”, jadi aku anggap ditegur atau dimarahi dosen adalah tanda sayang mereka padaku. Mereka menegurku ketika aku tidak cukup ilmu untuk menjawab pertanyaan mereka, mereka memarahiku karena aku tidak cukup semangat untuk menghadapi pasienku. Mereka sedang membentukku menjadi pribadi yang bukan hanya kuat secara keilmuan tetapi juga mental.

Coba bayangkan, kalau aku gak pernah dibentak atau dimarahi, tiba nanti jumpa pasien dan pasien membentakku, pasti gak kayak sekarang (yang akunya biasa aja menanggapinya, gak terlalu sedih dan gak terlalu bawa perasaan) dan pasti bakalan cengeng.

Jalan temanku yang mulus? Setelah merenung lebih jauh, itu sama sekali gak masalah. Hidup ini kayak roda oke? Pernah di atas dan di bawah. Aku juga pernah di keadaan ‘mulus’ dan temanku pernah juga di keadaan ‘kerikil’. Jadi, mari kita menikmati yang sedang kita hadapi, meskipun sudah, tapi apa salahnya mencoba kan ya?

Mencoba ikhlas. Aku akan gunain kata ‘mencoba’ hingga aku benar-benar ikhlas. You know? Ikhlas itu susah loh dalam praktiknya, meskipun secara teori mudah auntuk dipaparkan. Tapi, kewajiban kita adalah ‘do our best’.

Oh ya, untuk sembuh itu proses. Bisa aja aku pura-pura untuk menerima dihari itu, tapi bisa jadi aku mendendam ke depannya. Penerimaan juga butuh proses, sama seperti sembuh.

 

No comments:

Post a Comment