Sunday, December 6, 2020

Insecure


Kali ini aku bakal bahas tentang 'perasaan' yang sering aku baca di media sosial. Insecure. tidak percaya diri atau semacamnya. Tahun ini umurku genap masuk ke awal 20-an, setelah aku me-review masa-masa ke belakang, ternyata aku belum merasakan insecure terhadap orang asing, teman, atau kenalan. Insecure-ku lebih terhadap keluargaku.

Pada awal umur belasan, mukaku penuh dengan jerawat, komedo, dan bintik-bintik kaya daging tumbuh di wajah (sampai sekarang masih ada). Aku sekolah kaya biasa, setiap ada yang komen, gak pernah peduli. Aku gak pernah mau peduli sama komen yang  berasal dari non-keluarga. Saat itu, aku menganggap diriku normal untuk punya jerawat sebanyak itu, kulit sekusam itu, belang segitunya, dan aku juga tau kalo wajahku tidak menarik perhatian. I know.

Tiba liburan sekolah, aku selalu menjadwalkan diriku untuk pulang kampung ke rumah masyik-ku (nenek) setiap liburan sekolah. Disana juga tinggal tanteku, "Kenapa mukanya itu? abangmu sih gak apa jerawatan begitu. Dia laki soalnya. Kamu ini perempuan, ya harus bersih dong mukanya." komen tanteku saat aku lagi bantuin dia masak. Gak tau kenapa, kata-kata beliau berhasil meruntuhkan kepedeanku.

Abangku juga berjerawat dan aku lihat dia gak ambil pusing untuk itu, jadi saat itu aku menyimpulkan kalo berjerawat bukan hal yang patut dipusingkan. Jadi waktu itu aku sangat menikmati jerawat-jerawatku. Gara-gara kata-kata beliau, runtuh semuanya. Pernah satu hari, aku dijemput pulang sekolah oleh abangku. Aku ngeluh kalo aku berjerawat dan teman-temanku juga berjerawat, dia cuma respon gini, "Setiap orang punya fasenya masing-masing. Ga apa jerawatan sekarang. mungkin nanti waktu SMA atau kuliah udah hilang."

Waktu itu, percayalah, aku menghabiskan hari-hariku hanya untuk telaah maksud dari kata-kata dia. Aku gak berani nanya balik ke abangku, takut kena omel. Gak tau kenapa, kata-kata dia nancep banget, juga di keadaan yang menyulitkanku aku selalu ingat itu sampai sekarang. "ada fase masing-masing."

Masuk SMA, aku masih bertahan dengan wajah break-outku dan wajah tidak menarik perhatianku. Saat SMA, fokusku hanya satu, yaitu belajar biar lulus ujian masuk universitas one-shot, terserah mau jurusan apapun, yang penting lulus sekali coba. 3 tahunku, gak pernah sedetikpun aku kepikiran tentang wajah atau apapun yang bikin insecure dan aku juga udah mulai skip pulang kampung setiap liburan.

Masuk ke fase kuliah, aku mulai gak nyaman sama wajahku sendiri (bukan karena orang lain, for my self) mulai coba-coba produk hingga akhirnya nemu satu klinik kecantikan dan stay disitu sampai hari ini yang syukurnya cocok di aku serta biayanya worth it di kantongku. Setelah setahun setengah di klinik tersebut, wajahku mulai baikan dan kata-kata "perempuan, ya harus bersih dong mukanya." terealisasikan. Kadang, aku juga berterimakasih dengan kata-kata yang bikin insecure karena bisa jadi acuanku untuk bangkit. but, tidak semua orang kaya aku kan ya? bisa jadi bukan bangkit malah tambah down. Kita gak tau keadaan mental seseorang, karena kita bukan dokter atau psikolog.

"Mulutmu adalah harimaumu" ntah kenapa aku suka banget sama kata-kata ini. Soalnya manifestasinya jelas banget. no debate. Mungkin orang yang ngomong, dia gak ingat lagi apa yang dikatanya, tapi bagi yang dikatainnya dan nancep dihati pasti ingat untuk waktu yang lama. Sekarang ini mungkin kita bisa jaga mulut kita sendiri agar bisa menjaga hati sendiri dan orang lain.


No comments:

Post a Comment