Wednesday, July 22, 2020

[Poetry] Beliau

 
Saat itu adalah waktu terjungkir kehidupanku
Beliau datang sebelum mulai
Semangat menyaksikan ku dipanggilkan nilai
Satu per satu yang lain juga datang

Beliau memilih tempat duduk di paling ujung
Tidak bergabung dengan yang lain
Sesekali menatap kearahku
Sesekali membuka-buka ponselnya

Saat itu, teman-temanku mengajakku bicara
Jujur saja telingaku tak mendengar satupun
Pikiran dan hatiku hanya menuju beliau di ujung sana
Ingin rasanya aku bisa duduk disamping beliau, lalu berbincang tentang apapun

Sesekali beliau membuka ponsel tanpa kamera belakang itu
Terenyuh hatiku melihatnya
Aku dengan tidak tahu diri memakai keluaran terbaru
Sungguh semesta sedang menertawakanku

Saat itu beliau memakai lengan panjang
Sesuai permintaanku
Yang ku tahu persis beliau benci itu
Saat itu bagaikan semesta terbahak akan ketidaktahuan diriku

Saat beliau dipanggil kedepan untuk berdiri di sisiku
Di wajah itu kulihat bahagia dan khawatir
Bahagia dapat melihatku berdiri di baris paling depan
Khawatir karena tak sama dengan yang lain

 
Saat itu rasanya aku bisa melihat dunia perlahan runtuh didepanku
Beliau yang mendukungku seharusnya tak pantas mendapat khawatir
Seharusnya beliau hanya punya bahagia
Aku malu pada beliau dan pada-Nya

Demi waktu itu
Aku sungguh malu pada keadaan
Keegoisanku melingkupi dengan sempurna
Keinginan untuk menyamai yang lain mengerayangiku

Seharusnya aku menyadari lebih awal
Aku tidak perlu menyamai siapapun
Karena,
Beliau adalah ayahku, yang mencintaiku tanpa pamrih sedikitpun, yang menerimaku di keadaan terpuruk sekalipun

No comments:

Post a Comment